Rabu, 20 Mei 2015

Ujian Keikhlasan

Aku ikutin KBM dengan suka cita, mengapa tidak belajar bahasa arab mulai menjadi kegemaranku. Aku pun sudah mulai terbiasa dengan suasana di kota santri. Dengan penuh semangat aku menjawab semua pertanyaan dari ustazah-ustazah di setiap mata pelajaran. Dengan optimis aku yakin bahwa di ujian semester ini aku bisa meraih predikat mumtaaz (peraih nilai rata-rata 90).
Tibalah waktu ujian di mana seluruh santri berusaha dengan mujahadah luar biasa. Bahkan sebagian santri mengulangi muqoror dari sepertiga malam selesai qiyamul lail. Dan masjid Almunawwarah adalah saksi mujahadah para santriwati.Terdengar suara hapalan bersahut-sahutan dari tiap sisi masjid. Bahkan dari kejauhan pun masjid umpama sarang lebah yang selalu berdengung.Berbeda dengan diriku aku menghadapi ujian perdana ketika di pesantren dengan biasa saja dengan anggapan bahwa partisipasiku setiap pelajaran sudah merupakan modal yang cukup buat menjawab soal-soal ujian nanti.
Akhirnya berlangsung lah ujian dari tahap ujian lisan berlanjut ke ujian tulis pelajaran umum dan pondok. Ada yang beda dengan ujian ku kali ini, untuk semua pelajaran pondok semua soal ujian menggunakan bahasa arab. Sulit dibayangkan untuk pertama kali tapi setelah dijalani semua santri akhirnya sudah mulai terbiasa dan tak mengganggap sebagai ujian yang ekstrim. Ada juga satu ujian yang luar biasa yaitu Alquran dan saat itu dibagi menjadi dua tahap ujian tulis dan lisan yang akrab kami sebut tahriri dan syafahi. Para Santri dituntut agar menuliskan hapalan atau menyambung beberapa ayat alquran dalam sebuah lembar jawaban. Bukan hanya kekuatan hapalan tetapi santri juga dituntut bisa menuliskan kembali ayat-ayat dengan kaidah yang benar. Satu persatu mata pelajaran selesai diujikan. Selesailah rangkaian kegiatan ujian semester kali ini.
Sudah menjadi suatu hal yang lazim bagi Organisasi Santri mengadakan class meeting sekitar seminggu. Saat inilah para dewan guru sibuk untuk mengoreksi lembar jawaban para santri dan bersiap untuk sinkronisasi nilai.
Ini adalah saat yang paling menegangkan di mana para asatidz dan wali kelas memperdebatkan nilai-nilai tertinggi dan terendah pada setiap kelas. Hal yang dipertanyakan dalam forum ini adalah, Apakah layak menerima predikat tinggi? Apakah bisa santri ini di bantu sehingga nilainya tidaj anjlok?!
Para santri saling bertanya-tanya dan bertukar informasi. Bahkan setelah forum dewan guru selesai. Ada beberapa yang tak segan menanyakan hasil sidang asatidz kepada beberapa guru yang dekat atau akrab dengan mereka. Dan pada akhirnya ada yang memberi tahu dengan blak blakan, ada yang berbisik-bisik saja. Toh apa yang dikhawatirkan akan seger terdengar kabarnya.
Hari pembagian raport telah tiba dan sebelumnya semua santri dikumpulkan untuk upacara penutupan ujian semester ganjil dan pengumuman para santri berprestasi. Setelah mendengarkan beberapa taujih baik dari ketua panitia ujian dan mudir pesantren. Tibalah waktu yang ditantikan seluruh santri. Mc membacakan surat keputusan "bahwa nama-nama berikut peraih nilai istimewa atau mumtaaz...Muhammad bin...selanjutnya Salsabila binti..." Sembari menyimak dengan serius dalam hati penuh harap bahwa namaku adalah selanjutnya. Dan Mc mengakhiri "dan terakhir adalah Bashasa binti Ayyub" Lemas sudah badanku, tersenyum hambar dengan prestasi teman-teman ku, padahal di hatimenangis penuh kekecewaan. Kecewa karena gagal membuat orangtua ku bangga dan bahagia, gagal menghapus lelah keduanya, gagal mengusap keringat perjuangan nya dengan rasa suka cita. Ohhh...Tuhan...ternyata aku belum berbuat apa-apa..! Kesombongan membuat ilmu tak menghujam dalam di dada ku. Benar adanya bila penyair berkata "Idza tammal 'aqlu qollal kalaamu" (apabila telah sempurna ilmu dan akal seseorang maka dia akan sedikit bicaranya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar