Senin, 11 Januari 2016

Ujian C.I.N.T.A

Ketika berbicara tentang cinta tentunya tidak sebatas keindahan belaka. Karena air mata pun menyertai cinta. Gundah gulana pun membersamainya. Cinta bukan hanya semua tentang  cerita  manis saja, tapi ia juga akan diuji dengan pahitnya rasa, kelamnya jiwa dan gelapnya asa.
Lantas harus kah kau menjauh dari cinta ? melarikan diri karena kecewa ? mengubur rasa yang sebenarnya adalah karunia ? tidak, bukan begitu menghadapi ujian cinta. Bila cintamu diuji maka siapkanlah cinta yang lebih besar. Pertanyaannya adalah untuk siapa ? pastinya untuk Sang Maha Cinta.
Kesalahan terbesar seorang yang kecewa karena cinta adalah dengan serta merta tidak ridho akan apa yang telah dialaminya. Dan akhirnya ia hanya akan menghujat cinta, membalasnya dengan luka serupa, dan musnahlah cinta seketika.
Ketika ujian cinta menghampiri kita, pastinya ada lembar jawaban yang tak akan selalu berwarna merah jambu terkadang jawaban itu hadir dalam selembar kertas hitam dengan cerita kelam yang menyakitkan.
Tapi yakinlah itu cara Allah mencintai hambaNya. Cinta yang menggiring ke arah cinta suci nan hakiki. Dalam sebuah ungkapan “cintailah penciptanya niscaya Allah akan siapkan seorang yang penuh cinta yang akan mencintaimu.”
Ketahuilah cinta kepada makhluq itu fana dan fatamorgana, maka dari itu bingkailah cinta dengan iman dan taqwa bukan berbalut nafsu dan syahwat belaka. Ketika cintamu telah berlandaskan iman dan taqwa maka kau tak lagi gila akan cinta makhluqNya namun dirimu akan hanya berharap cinta dari Sang Maha Cinta dengan keyakinan bahwa Allah titipkan cinta di hatimu pada orang dan waktu yang tepat.
Wallahu a’lam..

_Syara Jayanti
Depok, 20 februari 2015

Idul Adha 1437 H: Refleksi Iman dan Cinta

Lembaran kisah insan teladan kembali mewangi di hari Raya Kurban. Kisah dari keluarga bapak para Nabi yaitu Ibrahim As. Bukan hanya sukses lewati ujian tapi perjuangan, tekad menjadi insan pilihan amat gigih dilaksanakan. Kisah yang tak mampu dinalar dengan akal belaka jika tak dibersamai iman.
Ketika harus meninggalkan ibunda Hajar dan bayi merah ‘Ismail As di gurun pasir membara dan mentari lembah bakkah yang seakan panasnya hanya sehasta, tanpa bekal, tanpa air demi menjalankan titah Rabbnya. Ayah dan suami mana yang tega berbuat demikian, namun kepercayaan nabi Ibrahim disertai doa menjadi langkah awal pengorbanannya. Iman dan Cinta kepada sang kekasih membuat keraguannya terbang melayang. Hanya keyakinan yang berdentum mengalahkan rasa gelisah yang amat sulit dilebur.
Berikut yang dikisahkan Salim A Fillah dalam bukunya Lapis-lapis Keberkahan, “Telah terpanggang keduanya di atas pasir membara. Telah habis airnya dan kering air susunya. Telah jerih hatinya dengan tangis lapar dan haus bayinya, hingga sakit dan lelah yang ada tak lagi dirasa. Telah dengan sisa-sisa tenaga dia berlarian antara Shafa dan Marwah, menyipitkan mata memandang jauh. Kadang ,melihat ke seberang ufuk adakah yang dapat dimintai bantu. Kadang menatap ke bawah adakah jejak air untuk dikais-kais rembesannya. Dengan keyakinan yang tak cuil bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan iman dan amalnya.”
Inilah sepotong gambaran iman dan cinta Ibunda Hajar yang sungguh menakjubkan. Ikhtiar yang tak putus-putus; lari tujuh kali itu bentuk kegigihan seorang istri dan ibunda, tanpa goyah iman di dada hingga akhirnya terkarunia zam-zam yang tiada habis sepanjang masa. Dan Allah abadikan laluan tujuh kali antara Shafa dan Marwah sebagai ritual dalam manasik umrah dan haji.
Karunia yang tak terduga itu lebih sering kita ilhami dari pada rentetan pengorbanan dan perjuangan dalam meraihnya. Inilah yang seharusnya kita rubah, bahwa ujian iman sekelas nabi pun tak serta merta mudah untuk dilalui. Bercucuran air mata, berhujankan munajat pinta yang tak habisnya, berpeluh keringat, jerih hati dan tenaga yang berbuah sakit dan lelah tiada terkira.
Mari mengilmui iman dan cinta dari Nabi Ibrahim dan Ibunda Hajar berupa pelajaran abadi tak kan lekang oleh waktu, tak terkikis zaman dan  terukir indah dalam Al-qur’an.